Kamis, 09 Desember 2021

(KISAH URANG TUA ZAMAN LUK)

 


 

BULUH PERINDU & BUKIT MARAS

 

Sebagaimana kita ketahui bahwa Provinsi Bangka-Belitung, memiliki banyak sekali tempat yang memenuhi syarat destinasi wisata berkelas dunia, di Pulau Bangka pada khususnya, adalah pulau penghasil timah terbesar di dunia, yang diselimuti narasi sejarah dan sastra lisan yang teramat kaya.

Kali ini mari kita BEKISAH tentang Sastra Lisan, yang pertama yaitu Kisah Buluh Perindu di Gunung Maras

Bukit Maras berada di ketinggian 669Mdpl yang merupakan puncak tertinggi di pulau Bangka, kepercayaan warga sekita tentang keangkeran gunung Maras sangatlah kuat. Jika bercerita tentang Bukit Maras tidak akan lepas dari kisah mistisnya, yaitu Buluh perindu.

Berdasarkan Cerita Rakyat Belinyu tentang Bukit Maras

Edisi kearifan Lokal, HIKAYAT

PADA masa lalu terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin seorang raja yang arif dan bijaksana. Beliau mempunyai dua orang anak, satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Yang sulung bernama Malong, dan adik perempuannya bernama Maras.

Setelah keduanya dewasa, diam-diam dalam hati Malong dan Maras muncul rasa saling menyukai. Walaupun tahu perasaan seperti itu dilarang, namun mereka tetap nekat melakukan dan merahasiakannya rapat-rapat.

Namun, sepandai apapun menyembunyikan, lama kelamaan tercium juga. Mengetahui sikap prilaku putra putri yang melanggar -adat, sang raja benar-benar murka. Akhir diputuskan keduanya harus dibuang jauh-jauh ke suatu tempat sehingga tidak bisa kembali ke istana. Walaupun dengan berat hati raja harus tega, karena mereka telah membuat aib terhadap istana kerajaan.

Larut malam ketika Malong dan Maras tidur, raja memerintahkan prajurit meniupkan racun asap pada keduanya supaya tidurnya makin lelap. Sebelum fajar menyingsing dan ayam belum berkokok, Malong dan Maras diikat. Kemudian dibawa secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi ke pinggir sungai. Disana telah disiapkan sampan dekat semak belukar.

Selanjut nya Malong dan Maras diikat, diletakan diatas sampan. Setelah itu sejumlah prajurit mendorong sampan ketengah. Pelan-pelan dan perlahan-lahan sampan membawa sepasang anak raja tadi hanyut terbawa arus hilir menuju hulu, ke tanah pembuangan yang jauh dan tak tentu arah dan rimbanyanya.

Berhari-hari mereka terapung dalam sampan dibawah terik matahari. Tertatih menembus kegelapan malam. Sering kali sampan berputar menabrak batu yang bertebaran sepanjang perjalanan. Maka, begitu terbangun Malong dan Maras terkejut bukan main karena telah berada ditempat asing, kiri-kanan bukan lagi bangunan istana, melainkan tebing lembah serta hutan belantara.

Turun dari sampan, keduanya beristirahat sambil memperhatikan alam sekitarnya. Tetapi sejauh mata memandang yang tampak hanya padang penuh semak belukar yang berakhir kaki gunung. Meskipun demikian, Malong dan Maras sepakat pergi kesana. Siapa tahu digunung ada perkampungan dan orang-orang yang bersedia menolong mereka.

Tetapi sekian lama mendaki, semua yang diharapkan sia-sia belaka. Sepanjang perjalanan yang ditemukan hanya hutan belantara dan pohon-pohon besar, Tidak ada rumah untuk berteduh, tidak ada manusia, tidak ada makanan yang didambakan seperti dalam istana.

Akhirnya Malong dan Maras benar-benar  tersesat di tengah rimba belantara. Karena lelah, lapar, dan tubuh makin lemah, keduanya mampu lagi melangkah lebih jauh. Meskipun demikian tekad meraka semakin kukuh, seakan tidak ada kekuatan apapun yang mampu memisahkan mereka berdua.

Dari hari ke hari kekuatan tubuh, Malong dan Maras semakin menurun. Mereka benar-benar tidak mampu melawan keganasan alam sekitarnya. Dan ketika akhirnya seluruh kakuatan habis ,Sampai lah mereka pada titik akhir hayat masing-masing. Malong dan Maras meninggal dunia hampir bersamaan. Namun demikian, keduanya masih terus berpelukan hingga jadi mayat.

Berita meninggalnya Malong dan Maras  lama kelamaan diketahui juga oleh penduduk desa belinyu. Akibat peristiawa itu, gunung tempat meninggal nya sepasang kekasih itu disebut Gunung Maras. Digunung itu pula sering terdengar suara buluh perindu yang dipercaya merupakan jelmaan dari suara Malong dan Maras saat minta tolong. Konon, siapa saja yang mendengar suara itu tidak bisa turun lagi dari Gunung Maras yang begitu banyak tumbuh pohon besar dan semak belukar. Karena takut tersesat dihutan maka penduduk setempat tidak pernah menembang pohon di Gunung Maras hingga saat ini.

Ada juga yang mengatakan bahwa Buluh perindu adalah alunan suara bambu yang saling bergesekan dan menghasilkan suara yang merdu, konon siapa yang mendengarnya akan hanyut dalam suara yang merdu tersebut dan membuat si pendengar lupa jalan pulang, dan jika kita mendapatkan buluh perindu tersebut orang terdahulu bilang hidup kita akan beruntung, namun kebenarannya masih belum dipastikan karna ini di adaptasi dari cerita rakyat, atau cerita terdahulu kita yang harus kita hormati.

 Pesan yang dapat diambil Dari Cerita diatas adalah

1.  Bahwa Pernikahan antar saudara kandung itu merupakan perbuatan dosa yang dilarang agama manapun, kepercayaan adat istiadat diseluruh Indonesia. Maka, siapa pun yang melanggar pasti mendapat sanksi berat dari orang tua dan masyarakat.

2.  Dalam hal menjaga agar tidak terjadi peristiwa seperti itu, Orang tua harus mengawasi dan mendidik anak-anak nya dengan cermat dan seksama. Jangan sampai lengah, karena mungkin saja hal-hal tersebut terjadi tidak dinginkan, tapi terjadi karena minim pengetahuannya.

3.  Pendidikan keagamaan dan moral etika perlu ditingkatkan sedini mungkin, sehingga ketika menginjak masa remaja hingga dewasa mereka telah mempunyai landasan dan pemahaman yang cukup mengenai tingkah laku(budi pekerti)

4.  Melestarikan hutan dan lingkungan hidup sebaiknya bukan berdasarkan legenda, melainkan berdasarkan pikiran sehat dan ilmu pengetahuan yang tentunya berdampak positif dan banyak manfaatnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar