Kamis, 22 Desember 2022

TEKULOK

PELESTARI TEKULOK

Pelestari Tekulok Kota Pangkalpinang Datuk Cik Rdo Ratna Purnamasari/Bunda Tudung Saji (BTS)

Menurut Pelestari Tekulok Datuk Cik Rdo Ratna Purnamasari atau yang lebih popular dengan julukan Bunda Tudung Saji, TEKULOK adalah Penutup kepala wanita itu merupakan warisan leluhur yang sudah ditinggalkan, biasanya, Tekulok zaman dulu menggunakan kain batik atau kain bekas karung terigu.

Keberadaan Tekulok atau Tengkuluk diketahui ada sejak zaman Kerajaan Melayu, yakni sebuah kerajaan di Pulau Sumatera sekitar abad ke-7. Pada masa itu, Tekulok digunakan kaum ibu dalam berbagai kegiatan dan kesempatan.

Tekulok adalah kain yang bentuknya mirip pashmina, penggunaannya tidak dijahit ataupun memakai alat bantu seperti peniti, melainkan hanya dililit dan disilang kekiri dan kekanan.

"Makna filosofis terletak pada kerapian yang tidak mengenakan peniti tetapi hanya diikat dan disilang saja”

Posisi juntai tekuluk juga menjadi satu fakta yang menarik untuk diketahui. Juntai yang jatuh di posisi kanan menandakan penggunanya telah menikah. Sedangkan, juntai di sebelah kiri berarti masih gadis.

Diera tahun 80 han, Tekulok masih sering dijumpai dibeberapa daerah di Pulau Bangka, misalnya Ibu-Ibu yang sedang Ngemenih (nanam padi), Mutek Sang (metik sahang), ngangkeut geuteh karet (ngambil hasil nyadap), pulang mandi dll.




Kalo pulang mandi Tekulok juga bisa utuk alas bawa air menggunakan ember, sementara kalo untuk kegiatan bertani dan berkebun, Tekulok sering dikombinasikan dengan Terindak (capil).

Mulai tahun 2000 an, Tradisi Emak-Emak menggunakan Tekulok mulai hilang dan tergantikan dengan Jilbab.

Menurut Dato’ Akhmad Elvian DPMP, Tekulok adalah kain yang bentuknya seperti selendang, penggunaannya hanya dililit dan diikat kekiri dan kekanan, posisi juntai tekuluk yang jatuh di posisi kanan menandakan penggunanya telah menikah. Sedangkan, juntai di sebelah kiri berarti masih gadis.

TEKULOK adalah Penutup kepala wanita yang menggunakan kain seperti selendang, pada zaman dulu menggunakan kain kasar (Cukin) berwarna hitamdan atau kain batik (Cual).

Berdasarkan Hukum Adat Sindang Mardika pada Pasal Empat, yaitu tentang kewajiban penduduk pribumi Bangka yang sudah menikah untuk membayar pajak Tiban sebagai tanda raja kepada sultan Kesultanan Palembang Darussalam. Pajak Tiban yang dibayarkan oleh pribumi Bangka yang sudah menikah setiap tahun berupa Timah seberat 50 kati atau seberat 31,25 kg (satu kati setara dengan 6,25 ons).

Sebagai balas jasa pembayaran pajak Timah Tiban, sultan memberikan hadiah berupa selembar/sepotong cukin atau sepotong kain kasar berwarna hitam kepada masing-masing penduduk pulau Bangka. Bunyi Pasal Empat hukum adat Sindang Mardika secara lengkap adalah: “Tiap-tiap orang Bangka yang telah kawin atau yang telah punya mantu, wajib mengeluarkan sepotong Timah Tiban. Tetapi kalau sudah bercerai, ia bebas pula dan yang perempuan tidak boleh keluar dari tempatnya atau negerinya”.

Kewajiban membayar pajak tidak ditujukan kepada pribumi Bangka yang belum menikah atau yang sudah bercerai. Bagi perempuan pribumi Bangka yang sudah bercerai tidak boleh keluar dari kampung atau batin tempat tinggalnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kehormatannya dan fitnah yang timbul dan dapat menyebabkan kecideraan bagi dirinya, bagi kampung atau bagi batinnya. Bagi laki-laki yang sudah bercerai tidak dikenakan pajak Timah Tiban karena tidak memiliki lagi tanggungan istri dalam kehidupannya.

Menurut Dato’ Hazirianjaya (Ian Sancin), Tekulok adalah sebutan umum untuk penutup kepala dari kain, kainnya bisa dari stagen, selendang, kain panjang lepas (tak dijahit).

Sebagai penutup kepala merupakan, berdasarkan jenisnya tekulok ada dua, yaitu :

1.      Alat bantu; dan

2.      Penutup kepala sebagai destar.

Sebagai alat bantu, misalnya untuk mengangkat beban di atas kepala misalnya membawa  keranjang beban, umumnya dalam kegiatan tradisional perempuan melayu ketika mencuci pakaian di sungai, beban cucian basah menjadi berat maka dibuatlah tekulok dari kain yang bentuknya sederhana berupa lintiran kain yang dililit menjadi lingkaran seukuran kepala supaya beban tak menyakiti kepala. Sebagai alat bantu tekulok juga digunakan untuk bermacan kepentingan misalnya menjunjung kayu bakar, kayu pagar, dan serta beban lainnya berupa pahar (dulang berkaki), dan lainnya.                          







Tidak ada komentar:

Posting Komentar