PELESTARI TEKULOK
Pelestari Tekulok Kota Pangkalpinang Datuk Cik Rdo Ratna Purnamasari/Bunda Tudung Saji (BTS)Menurut Pelestari Tekulok Datuk Cik Rdo Ratna Purnamasari atau
yang lebih popular dengan julukan Bunda Tudung Saji,
TEKULOK adalah Penutup kepala wanita itu merupakan warisan leluhur yang sudah
ditinggalkan, biasanya, Tekulok zaman dulu menggunakan kain batik atau kain
bekas karung terigu.
Keberadaan Tekulok atau Tengkuluk
diketahui ada sejak zaman Kerajaan Melayu, yakni sebuah kerajaan di Pulau
Sumatera sekitar abad ke-7. Pada masa itu, Tekulok digunakan kaum ibu dalam
berbagai kegiatan dan kesempatan.
Tekulok adalah kain yang
bentuknya mirip pashmina, penggunaannya tidak dijahit ataupun memakai alat
bantu seperti peniti, melainkan hanya dililit dan disilang kekiri dan kekanan.
"Makna filosofis terletak
pada kerapian yang tidak mengenakan peniti tetapi hanya diikat dan disilang
saja”
Posisi juntai tekuluk juga
menjadi satu fakta yang menarik untuk diketahui. Juntai yang jatuh di posisi
kanan menandakan penggunanya telah menikah. Sedangkan, juntai di
sebelah kiri berarti masih gadis.
Diera tahun 80 han, Tekulok masih
sering dijumpai dibeberapa daerah di Pulau Bangka, misalnya Ibu-Ibu yang sedang
Ngemenih (nanam padi), Mutek Sang (metik sahang), ngangkeut geuteh karet
(ngambil hasil nyadap), pulang mandi dll.
Kalo pulang mandi Tekulok juga
bisa utuk alas bawa air menggunakan ember, sementara kalo untuk kegiatan
bertani dan berkebun, Tekulok sering dikombinasikan dengan Terindak (capil).
Mulai tahun 2000 an, Tradisi
Emak-Emak menggunakan Tekulok mulai hilang dan tergantikan dengan Jilbab.
Menurut Dato’ Akhmad
Elvian DPMP, Tekulok
adalah kain yang bentuknya seperti selendang, penggunaannya hanya dililit dan
diikat kekiri dan kekanan, posisi juntai tekuluk yang jatuh di posisi
kanan menandakan penggunanya telah menikah. Sedangkan, juntai di
sebelah kiri berarti masih gadis.
TEKULOK
adalah Penutup kepala wanita yang menggunakan kain seperti selendang, pada
zaman dulu menggunakan kain kasar (Cukin) berwarna hitamdan atau kain batik
(Cual).
Berdasarkan Hukum Adat Sindang Mardika pada Pasal Empat,
yaitu tentang kewajiban penduduk pribumi Bangka yang sudah menikah untuk
membayar pajak Tiban sebagai tanda raja kepada sultan Kesultanan Palembang
Darussalam. Pajak Tiban yang dibayarkan oleh pribumi Bangka yang sudah menikah
setiap tahun berupa Timah seberat 50 kati atau seberat 31,25 kg (satu kati
setara dengan 6,25 ons).
Sebagai balas jasa pembayaran pajak Timah Tiban,
sultan memberikan hadiah berupa selembar/sepotong cukin atau sepotong kain
kasar berwarna hitam kepada masing-masing penduduk pulau Bangka. Bunyi Pasal
Empat hukum adat Sindang Mardika secara lengkap adalah: “Tiap-tiap orang Bangka
yang telah kawin atau yang telah punya mantu, wajib mengeluarkan sepotong Timah
Tiban. Tetapi kalau sudah bercerai, ia bebas pula dan yang perempuan tidak boleh
keluar dari tempatnya atau negerinya”.
Kewajiban membayar pajak tidak ditujukan kepada
pribumi Bangka yang belum menikah atau yang sudah bercerai. Bagi perempuan
pribumi Bangka yang sudah bercerai tidak boleh keluar dari kampung atau batin
tempat tinggalnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kehormatannya dan fitnah
yang timbul dan dapat menyebabkan kecideraan bagi dirinya, bagi kampung atau
bagi batinnya. Bagi laki-laki yang sudah bercerai tidak dikenakan pajak Timah
Tiban karena tidak memiliki lagi tanggungan istri dalam kehidupannya.
Menurut Dato’
Hazirianjaya
(Ian Sancin), Tekulok adalah sebutan umum untuk
penutup kepala dari kain, kainnya bisa dari stagen, selendang, kain panjang
lepas (tak dijahit).
Sebagai penutup kepala merupakan, berdasarkan
jenisnya tekulok ada dua, yaitu :
1.
Alat bantu; dan
2.
Penutup kepala sebagai destar.
Sebagai alat bantu, misalnya untuk
mengangkat beban di atas kepala misalnya membawa keranjang beban, umumnya dalam kegiatan
tradisional perempuan melayu ketika mencuci pakaian di sungai, beban cucian
basah menjadi berat maka dibuatlah tekulok dari kain yang bentuknya sederhana
berupa lintiran kain yang dililit menjadi lingkaran seukuran kepala supaya
beban tak menyakiti kepala. Sebagai alat bantu tekulok juga digunakan untuk
bermacan kepentingan misalnya menjunjung kayu bakar, kayu pagar, dan serta
beban lainnya berupa pahar (dulang berkaki), dan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar