Kamis, 22 Desember 2022

PELESTARI DESTAR

 DESTAR MADE IN BTD PEDAPURAN




JENIS IKATAN DESTAR

Kali ini kita akan paparkan informasi tentang Janis Ikatan Destar dari salah satu Pengkriya Destar, yaitu Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang) menurut pemahaman secara teorotis dan praktik bahwa berdasarkan bentuk lipatan dan ikatannya muncullah nama-nama destar seperti, destar Ayem Patah Kepak, Elang Nerucop Angen, Bulu Ayem, Sareung Kerengge, Rebong, Tebu Sepuntong, dan Elang Berkelai (Elang berkelahi).

1. DESTAR ELANG BEKELAI

Foto : Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Babel 
mengenakan Destar Depati Amir jenis ikat Elang Bekelai
Produksi UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN


DESTAR dengan bentuk ELANG BEKELAI sebagai penutup kepala orang Bangka dalam sejarah dapat dilihat dari gambar lukisan “Bahrin dan Pengikutnya/Keluarganya”, dari buku Schiderungen Aus Ostindiens Archipel, yang ditulis oleh Franz Epp dan diterbitkan Tahun 1841. Pada Tahun 1836, Franz Epp, seorang Jerman ahli pengobatan, diberikan kesempatan oleh Depati Bahrin berkunjung ke rumahnya dan diberikan waktu untuk melukis Depati Bahrin dan keluarganya di village of Depatti Bahrin yaitu di kampung Mendara. Depati Bahrin pada saat dilukis berusia sekitar 61 Tahun (Bahrin, lahir sekitar Tahun 1775 dan wafat Tahun 1848), sedangkan Amir pada waktu itu sebagai putera Sulung Bahrin masih berusia muda sekitar 38 Tahun (Amir, lahir Tahun 1798 dan wafat Tahun 1869), sedangkan Hamzah atau Depati Tjing pada saat itu masih kecil berusia sekitar 3-4 Tahun sehingga tidak dilukis secara bersamaan (Tjing, lahir Tahun 1832 dan wafat Tahun 1903). sumber : Dato' Akhmad Elvian DPMP (Sejarawan dan Budayawan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)
TATA CARA MEMBENTUK ATAU MEMBUAT DESTAR ELANG BEKELAI yang dikenakan dengan cara melipat dan mengikat selembar kain SEGI EMPAT SAMA SISI,  atau berbentuk Bujur Sangkar yang kemudian dilipat menjadi Dua berbentuk Segi Tiga. Pada sisi yang panjang, kemudian dilipat sebanyak TIGA KALI selebar sekitar TIGA JARI orang dewasa. Setelah itu bagian ujung Segi Tiga kain ditarik kedepan hingga ke bagian dahi kepala, sisi kain yang panjang, yang telah dilipat sebanyak TIGA KALI selebar TIGA JARI orang dewasa td disimpul atau diikat membentuk posisi seperti Elang Bekelai. Bentuk awal ikatan Destar Elang bekelai awalnya sama seperti mengikat Stanjak, akan tetapi perbedaannya posisi simpul atau ikatan diputar dan diletakkan di tengah dahi serta bagian kain yang menanjak di belakang ditekukkan ke depan dengan ujungnya diselipkan pada bagian antara dahi dan simpul atau ikatan untuk mengencangkan lipatan. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang)
Destar Elang Bekelai memiliki makna filosofis, bahwa orang yang mengenakannya selalu berada dalam posisi siaga untuk berjuang dalam simpul yang teguh dan kokoh. Bagian kain yang menanjak lalu ditekuk menunjukkan, bahwa kekuasaan dan jabatan depati yang diberikan Belanda, ditekukkan atau dikembalikan kepada Belanda karena lebih mementingkan rakyat dan diputar balikkan menjadi simbol perlawanan sebagai bentuk penentangan kepada penjajah. sumber : Dato' Akhmad Elvian DPMP (Sejarawan dan Budayawan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)

2. DESTAR ELANG NERUCOP ANGEN

Foto : Walikota dan Ketua DPRD Kota Pangkalpinang dan DPD-RI Dapil Provinsi Babel 
mengenakan Destar Depati Amir jenis ikat Elang Nerucop Angen
Produksi UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN


TATA CARA MEMBENTUK ATAU MEMBUAT DESTAR ELANG NERUCOP ANGEN hampir sama dengan Elang Bekelai yaitu dengan cara melipat dan mengikat selembar kain SEGI EMPAT SAMA SISI,  atau berbentuk Bujur Sangkar yang kemudian dilipat menjadi Dua berbentuk Segi Tiga. Pada sisi yang panjang, kemudian dilipat sebanyak TIGA KALI selebar sekitar TIGA JARI orang dewasa. Setelah itu bagian ujung Segi Tiga kain ditarik kedepan hingga ke bagian dahi kepala, sisi kain yang panjang, yang telah dilipat sebanyak TIGA KALI selebar TIGA JARI orang dewasa td disimpul atau diikat membentuk posisi seperti Burung sedang menghalau atau melawan arah angin yang kencang. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang) 

Filosofis Destar Elang Nerucop Angen, adalah simbol ikatan menunjukan bahwa orang yang mengenakannya sedang berada dalam posisi siap menyerang dalam kekuatan penuh (Pejuang Tangguh). Bagian kain yang menanjak lalu ditekuk dengan ujungnya diselipkan pada bagian antara dahi dan simpul atau ikatan menunjukkan, bahwa kekuasaan dan jabatan yang dimiliki hanyalah titipan dari Yang Maha Kuasa, kendatipun tidak nampak, tapi rahmat-Nya terasa nyata, oleh sebab itu dalam melakukan segala upaya, kita wajib selalu meminta pertolongan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena apapun yang kita dapatkan akan kembali kepada Pemilik-Nya. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang)

3. DESTAR KOMBINASI TEBU SEPUNTONG


Foto : Bupati Bangka Barat 
mengenakan Destar Depati Amir jenis ikat Kombinasi Tebu Sepuntong
Produksi UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN

Foto : Owner UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN
mengenakan Destar Depati Amir jenis ikat Kombinasi Tebu Sepuntong
Produksi UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN

TATA CARA MEMBENTUK ATAU MEMBUAT DESTAR KOMBINASI TEBU SEPUNTONG hampir sama dengan Elang Bekelai yaitu dengan cara melipat dan mengikat selembar kain SEGI EMPAT SAMA SISI,  atau berbentuk Bujur Sangkar yang kemudian dilipat menjadi Dua berbentuk Segi Tiga. Pada sisi yang panjang, kemudian dilipat sebanyak TIGA KALI selebar sekitar TIGA JARI orang dewasa. Setelah itu bagian ujung Segi Tiga kain ditarik kedepan hingga ke bagian dahi kepala, sisi kain yang panjang, yang telah dilipat sebanyak TIGA KALI selebar TIGA JARI orang dewasa td disimpul atau diikat membentuk posisi seperti tebu seruas yang dibawa terbang dalam cengkraman burung. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang) 

Sketsa Depati Amir. Foto: dok. humas.babelprov.go.id
(Diakses pada 1/12/2021)


Filosofis Destar Kombinasi Tebu Sepuntong, adalah simbol ikatan menunjukan bahwa orang yang mengenakannya adalah tipe seorang yang berjuang bersama-sama dengan cara berkolaborasi. Bagian kain yang menanjak lalu ditekuk dengan ujungnya diselipkan pada bagian antara dahi dan simpul atau ikatan menunjukkan, bahwa upaya pemimpin itu tidak harus selalu terlihat menonjol namun membaur mampu terbang tinggi (sukses) bersama rakyatnya. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang)


4. DESTAR SAREUNG KERENGGE




Foto : BA UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN
mengenakan Destar Depati Amir jenis ikat Sareung Kerengge
Produksi UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN


TATA CARA MEMBENTUK ATAU MEMBUAT DESTAR SAREUNG KERENGGE hampir sama dengan Elang Bekelai yaitu dengan cara melipat dan mengikat selembar kain SEGI EMPAT SAMA SISI,  atau berbentuk Bujur Sangkar yang kemudian dilipat menjadi Dua berbentuk Segi Tiga. Pada sisi yang panjang, kemudian dilipat sebanyak TIGA KALI selebar sekitar TIGA JARI orang dewasa. Setelah itu bagian ujung Segi Tiga kain ditarik kedepan hingga ke bagian dahi kepala membentuk posisi seperti sarang semut rangrangsisi kain yang panjang, yang telah dilipat sebanyak TIGA KALI selebar TIGA JARI orang dewasa td disimpul atau diikat boleh diposisi luar ataupun bagian dalam sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang).

Filosofis Destar Sareung Kerengge, adalah simbol ikatan menunjukan bahwa orang yang mengenakannya adalah tipe seorang yang tidak pernah memperlihatkan pengorbanannya tapi Hasilnya luar biasa dan diakuinya sebagai upaya bersama," seperti halnya semut yang tidak terlihat keberadaanya tapi berhasil membuat bangunan besar bak arsitektur. Meski terlihat hanya sekedar gundukan tanah,  sarang semut tidak mudah roboh, kokoh tidak mudah dihancurkan baik oleh binatang maupun manusia sekalipun. Hal ini terlihat pada bagian kain yang menanjak lalu ditekuk dengan ujungnya diselipkan pada bagian antara dahi dan simpul atau ikatan membentuk seperti sarang semut rangrang. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang)


5. DESTAR AYEM PATAH KEPAK

Foto : BA UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN
mengenakan Destar Depati Amir jenis ikat Sareung Kerengge
Produksi UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN


TATA CARA MEMBENTUK ATAU MEMBUAT DESTAR AYEM PATAH KEPAK hampir sama dengan Elang Bekelai yaitu dengan cara melipat dan mengikat selembar kain SEGI EMPAT SAMA SISI,  atau berbentuk Bujur Sangkar yang kemudian dilipat menjadi Dua berbentuk Segi Tiga. Pada sisi yang panjang, kemudian dilipat sebanyak TIGA KALI selebar sekitar TIGA JARI orang dewasa. Setelah itu bagian ujung Segi Tiga kain ditarik kedepan hingga ke bagian dahi kepala, sisi kain yang panjang, yang telah dilipat sebanyak TIGA KALI selebar TIGA JARI orang dewasa td disimpul atau diikat membentuk posisi seperti Ayam Patah Sayapnya. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang) 


Filosofis Destar Ayem Patah Kepak, adalah simbol ikatan ini menunjukan bahwa orang yang mengenakannya adalah tipe Orang Senasib sepenanggungan atau suka duka ditanggung bersama dangigih atau tidak putus asa dalam berusaha. Hal ini disimbolkan pada bagian kain yang menanjak lalu ditekuk dengan ujungnya diselipkan pada bagian antara dahi dan simpul atau ikatan membentuk dua bagian yang berbeda, satu bagian berdiri tegak dan yang satu lagi terlipat seperti patah. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang)


5. DESTAR REBONG



Foto : WALIKOTA PANGKALPINANG BAPAK mAULAN aKLIL
mengenakan Destar Depati Amir jenis ikat Rebung
Produksi UMAH KRIYA BTD PEDAPURAN


TATA CARA MEMBENTUK ATAU MEMBUAT DESTAR REBONG hampir sama dengan Elang Bekelai yaitu dengan cara melipat dan mengikat selembar kain SEGI EMPAT SAMA SISI,  atau berbentuk Bujur Sangkar yang kemudian dilipat menjadi Dua berbentuk Segi Tiga. Pada sisi yang panjang, kemudian dilipat sebanyak TIGA KALI selebar sekitar TIGA JARI orang dewasa. Setelah itu bagian ujung Segi Tiga kain ditarik kedepan hingga ke bagian dahi kepala, sisi kain yang panjang, yang telah dilipat sebanyak TIGA KALI selebar TIGA JARI orang dewasa td disimpul atau diikat membentuk posisi seperti Rebung yang baru keluar dari dalam tanah. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang) 

Filosofis Destar Rebong, adalah simbol ikatan ini menunjukan bahwa orang yang mengenakannya adalah tipe orang yang mau berproses hal ini disimbolkan pada bagian kain yang menanjak lalu ditekuk dengan ujungnya diselipkan pada bagian antara dahi dan simpul atau ikatan membentuk seperti tunas bambu/ rebung bermakna anak atau cikal bakal, dimana rebung ini terbungkus dengan kelopak yang berbulu halus. Bila ditarik pada garis kehidupan manusia, rebung disejajarkan dengan balita yang harus dirawat dengan baik. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang)

Secara luas Filosofis Destar Rebong, dapat dijabarkan sebagai berikut, Rebong adalah anak atau bambu muda yang biasa dijadikan bahan sayuran atau gulai, rebung sendiri perwujudannya yang terbungkus dengan kelopak yang berbulu halus, bila ditarik pada garis kehidupan manusia, rebung disejajarkan dengan balita yang harus dirawat dengan baik. Selanjutnya dari rebung lalu menjadi bambu besar dan berbatang lurus yang disebut betong, sifatnya yang lentur membuat bambu jenis ini mudah dibentuk. Evolusi bambu, dari muda hingga tua, mencerminkan proses kehidupan manusia dari bukan siapa-siapa menuju pribadi yang bermanfaat. sumber : Datuk Cik Radendo Ratna Purnamasari atau BTS/BTD (Pengkriya Kota Pangkalpinang)


IV. KONDISI EXITING

Destar sendiri keberadaannya sudah sangat diakui dan mendapat tempat yang luar biasa, namun kurang diminati pengrajin atau pengkriya, padahal Destar ini prospeknya cukup menjanjikan, terlebih mendapat dukungan langsung dari Kepala Daerah, akan tetapi dikarenakan belum banyak orang yang mau menjadi pengkriya, keberadaan Destar masih sulit didapati, sementara permintaan dan kebutuhan semakin meningkat, maka dipandang perlu untuk melakukan pewarisan cipta karya Destar ini pada generasi muda.

Karena Usaha pembuatan dan penjualan Destar sangat potensial untuk dikembangkan, hal ini seiring upaya Pemerintah Kota Pangkalpinang dalam pelestarian Warisan Budaya Tak Benda Seni mengikat tutup kepala depati amir, atau yang populer disebut Destar Depati Amir ini, sangat gencar.













TEKULOK

PELESTARI TEKULOK

Pelestari Tekulok Kota Pangkalpinang Datuk Cik Rdo Ratna Purnamasari/Bunda Tudung Saji (BTS)

Menurut Pelestari Tekulok Datuk Cik Rdo Ratna Purnamasari atau yang lebih popular dengan julukan Bunda Tudung Saji, TEKULOK adalah Penutup kepala wanita itu merupakan warisan leluhur yang sudah ditinggalkan, biasanya, Tekulok zaman dulu menggunakan kain batik atau kain bekas karung terigu.

Keberadaan Tekulok atau Tengkuluk diketahui ada sejak zaman Kerajaan Melayu, yakni sebuah kerajaan di Pulau Sumatera sekitar abad ke-7. Pada masa itu, Tekulok digunakan kaum ibu dalam berbagai kegiatan dan kesempatan.

Tekulok adalah kain yang bentuknya mirip pashmina, penggunaannya tidak dijahit ataupun memakai alat bantu seperti peniti, melainkan hanya dililit dan disilang kekiri dan kekanan.

"Makna filosofis terletak pada kerapian yang tidak mengenakan peniti tetapi hanya diikat dan disilang saja”

Posisi juntai tekuluk juga menjadi satu fakta yang menarik untuk diketahui. Juntai yang jatuh di posisi kanan menandakan penggunanya telah menikah. Sedangkan, juntai di sebelah kiri berarti masih gadis.

Diera tahun 80 han, Tekulok masih sering dijumpai dibeberapa daerah di Pulau Bangka, misalnya Ibu-Ibu yang sedang Ngemenih (nanam padi), Mutek Sang (metik sahang), ngangkeut geuteh karet (ngambil hasil nyadap), pulang mandi dll.




Kalo pulang mandi Tekulok juga bisa utuk alas bawa air menggunakan ember, sementara kalo untuk kegiatan bertani dan berkebun, Tekulok sering dikombinasikan dengan Terindak (capil).

Mulai tahun 2000 an, Tradisi Emak-Emak menggunakan Tekulok mulai hilang dan tergantikan dengan Jilbab.

Menurut Dato’ Akhmad Elvian DPMP, Tekulok adalah kain yang bentuknya seperti selendang, penggunaannya hanya dililit dan diikat kekiri dan kekanan, posisi juntai tekuluk yang jatuh di posisi kanan menandakan penggunanya telah menikah. Sedangkan, juntai di sebelah kiri berarti masih gadis.

TEKULOK adalah Penutup kepala wanita yang menggunakan kain seperti selendang, pada zaman dulu menggunakan kain kasar (Cukin) berwarna hitamdan atau kain batik (Cual).

Berdasarkan Hukum Adat Sindang Mardika pada Pasal Empat, yaitu tentang kewajiban penduduk pribumi Bangka yang sudah menikah untuk membayar pajak Tiban sebagai tanda raja kepada sultan Kesultanan Palembang Darussalam. Pajak Tiban yang dibayarkan oleh pribumi Bangka yang sudah menikah setiap tahun berupa Timah seberat 50 kati atau seberat 31,25 kg (satu kati setara dengan 6,25 ons).

Sebagai balas jasa pembayaran pajak Timah Tiban, sultan memberikan hadiah berupa selembar/sepotong cukin atau sepotong kain kasar berwarna hitam kepada masing-masing penduduk pulau Bangka. Bunyi Pasal Empat hukum adat Sindang Mardika secara lengkap adalah: “Tiap-tiap orang Bangka yang telah kawin atau yang telah punya mantu, wajib mengeluarkan sepotong Timah Tiban. Tetapi kalau sudah bercerai, ia bebas pula dan yang perempuan tidak boleh keluar dari tempatnya atau negerinya”.

Kewajiban membayar pajak tidak ditujukan kepada pribumi Bangka yang belum menikah atau yang sudah bercerai. Bagi perempuan pribumi Bangka yang sudah bercerai tidak boleh keluar dari kampung atau batin tempat tinggalnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kehormatannya dan fitnah yang timbul dan dapat menyebabkan kecideraan bagi dirinya, bagi kampung atau bagi batinnya. Bagi laki-laki yang sudah bercerai tidak dikenakan pajak Timah Tiban karena tidak memiliki lagi tanggungan istri dalam kehidupannya.

Menurut Dato’ Hazirianjaya (Ian Sancin), Tekulok adalah sebutan umum untuk penutup kepala dari kain, kainnya bisa dari stagen, selendang, kain panjang lepas (tak dijahit).

Sebagai penutup kepala merupakan, berdasarkan jenisnya tekulok ada dua, yaitu :

1.      Alat bantu; dan

2.      Penutup kepala sebagai destar.

Sebagai alat bantu, misalnya untuk mengangkat beban di atas kepala misalnya membawa  keranjang beban, umumnya dalam kegiatan tradisional perempuan melayu ketika mencuci pakaian di sungai, beban cucian basah menjadi berat maka dibuatlah tekulok dari kain yang bentuknya sederhana berupa lintiran kain yang dililit menjadi lingkaran seukuran kepala supaya beban tak menyakiti kepala. Sebagai alat bantu tekulok juga digunakan untuk bermacan kepentingan misalnya menjunjung kayu bakar, kayu pagar, dan serta beban lainnya berupa pahar (dulang berkaki), dan lainnya.                          







Jumat, 08 April 2022

Tradisi Nganggong

 TATACARA NGANGGONG



Tradisi nganggung adalah salah satu kebiasaan yang lahir di masyarakat Melayu Bangka Belitung, khususnya di Pulau Bangka, kebiasaan ini akhirnya menjadi sebuah tradisi yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat. Nganggung merupakan adat membawa makanan dari masing-masing rumah penduduk menuju ke satu tempat pertemuan besar, biasanya berupa Masjid, Surau, Langgar, atau Lapangan diwaktu-waktu tertentu pada Peringatan Hari Besar Agama Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya'ban, Muharram, serta selepas shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

Dalam naskah perjoeangan pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (1969:35), arahan industri yang harus dikembangkan berupa kerajinan rumah ( tudung sadji, kopiah resam, anjaman tikar, sapu lidi dan ijuk kabung, keramik/porselin dan Industri makanan dan minuman. Tidak ada dijelaskan tentang Tudong Dulang, karena memang lahirnya atau terciptanya Tudong Dulang adalah berkisar sekitar tahun 1975-1977, dan Tradisi Nganggong sendiri baru berkembang secara besar-besaran pada tahun 1980an, pada saat Almarhum Bapak Eko Maulana Ali menjadi Bupati Bangka, dimana bukan saja pada Peringatan Hari Besar Agama Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya'ban, Muharram, serta selepas shalat Idul Fitri dan Idul Adha, namun Tradisi Nganggong ini juga dilaksanakan pada Hari-Hari Besar Nasional dan Acara Kenegaraan.

Pada Tahun 1993-1999, ketika Bunda Tudung Saji masih bertempat tinggal di Desa Pangkalniur Baru, Tradisi Nganggong ini juga dilaksanakan pada Tradisi Milang Ari (kematian) dan juga pernikahan, jika pasangan mempelai berasal dari keluarga tidak mampu.

Pada Tradisi Milang Ari malam 1-7, biasanya yang melaksanakan Nganggong dimulai dari Rt terjauh, dan setiap malamnya minimal 2 Rt yang bertugas. Untuk Pernikahan sendiri biasanya yang melaksanakan Nganggong adalah 2 Rt terdekat dari Kediaman Mempelai Perempuan.

Isi Dulang harus diperhatikan dan setiap jenis kegiatan berbeda, pada perayaan Hari Besar Islam biasanya isi dulang meliputi, Ketupat, Lepet, Sambel Asem, Ayam Gulai, Tumis Udang dan buah. Sementara kalau untuk tradisi Milang Ari (Kematian) isi Dulang terdiri dari Nasi, lauknya seadanya, tapi harus hasil bumi setempat, misalkan sambel belacan, tumis pucuk ubi, tumis alar keladi, lempah darat. Terakhir, untuk acara pernikahan, isi Dulang terdiri dari Nasi, Gulai Ayam, Rendang Bangka, dan buah. Buah yang disertakan, kalo dulu itu pisang rejang, yang sering juga dibikin lempah darat.

Tatacara Pelaksanaan Nganggong :

1. Siapkan Dulang dan Tudong Dulang.

2. Susun Makanan yang akan dibawa Nganggong dengan rapi agar tidak 

    mudah tumpah.

3. Bungkus dan Ikat Dulang dan Tudong Dulang yang sudah diisi makanan 

     menggunakan taplak meja persegi empat.

4. Bawa Dulang dengan cara diletakkan dipundak dengan tompangan tangan 

     kiri atau kanan (dianggung), dari rumah ke tempat acara yang telah 

     ditetapkan oleh Pemuka Adat, Pengurus Masjid dan atau Panitia 

     Penyelenggara.

5. Letakan Dulang didepan para tamu undangan atau jama'ah yang ahdir, 

     upayakan tidak membelakangi, dengan sikap tubuh bersimpuh.

6. Setelah rapi, berdo'a terlebih dahulu, agar segala yang ada dalam tradisi 

     tersebut berkah.

7. Buka Tudong Dulang secara bersama-sama, dan letakan dibagian belakang 

     sebelah kiri.

8. Nikmati Hidangan dengan penuh sukacita dan rasa kegembiraan, secara 

     bersama-sama, upayakan makan hidangannya tidak menggunakan sendok, 

     tetapi menggunakan tanggan (Sunah Rasul), secara ilmu kesehatannya, 

     makanan yang disentuh menggunakan tangan akan mudah basi, sehingga 

     mempermudah perut untuk mencernanya.

9. Setelah selesai segera rapikan sisa makanan dan Dulang, agar ketika acara 

     berakhir, sang pemilik Dulang tidak kebingungan mencarinya.







Kamis, 09 Desember 2021

(KISAH URANG TUA ZAMAN LUK)

 


 

BULUH PERINDU & BUKIT MARAS

 

Sebagaimana kita ketahui bahwa Provinsi Bangka-Belitung, memiliki banyak sekali tempat yang memenuhi syarat destinasi wisata berkelas dunia, di Pulau Bangka pada khususnya, adalah pulau penghasil timah terbesar di dunia, yang diselimuti narasi sejarah dan sastra lisan yang teramat kaya.

Kali ini mari kita BEKISAH tentang Sastra Lisan, yang pertama yaitu Kisah Buluh Perindu di Gunung Maras

Bukit Maras berada di ketinggian 669Mdpl yang merupakan puncak tertinggi di pulau Bangka, kepercayaan warga sekita tentang keangkeran gunung Maras sangatlah kuat. Jika bercerita tentang Bukit Maras tidak akan lepas dari kisah mistisnya, yaitu Buluh perindu.

Berdasarkan Cerita Rakyat Belinyu tentang Bukit Maras

Edisi kearifan Lokal, HIKAYAT

PADA masa lalu terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin seorang raja yang arif dan bijaksana. Beliau mempunyai dua orang anak, satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Yang sulung bernama Malong, dan adik perempuannya bernama Maras.

Setelah keduanya dewasa, diam-diam dalam hati Malong dan Maras muncul rasa saling menyukai. Walaupun tahu perasaan seperti itu dilarang, namun mereka tetap nekat melakukan dan merahasiakannya rapat-rapat.

Namun, sepandai apapun menyembunyikan, lama kelamaan tercium juga. Mengetahui sikap prilaku putra putri yang melanggar -adat, sang raja benar-benar murka. Akhir diputuskan keduanya harus dibuang jauh-jauh ke suatu tempat sehingga tidak bisa kembali ke istana. Walaupun dengan berat hati raja harus tega, karena mereka telah membuat aib terhadap istana kerajaan.

Larut malam ketika Malong dan Maras tidur, raja memerintahkan prajurit meniupkan racun asap pada keduanya supaya tidurnya makin lelap. Sebelum fajar menyingsing dan ayam belum berkokok, Malong dan Maras diikat. Kemudian dibawa secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi ke pinggir sungai. Disana telah disiapkan sampan dekat semak belukar.

Selanjut nya Malong dan Maras diikat, diletakan diatas sampan. Setelah itu sejumlah prajurit mendorong sampan ketengah. Pelan-pelan dan perlahan-lahan sampan membawa sepasang anak raja tadi hanyut terbawa arus hilir menuju hulu, ke tanah pembuangan yang jauh dan tak tentu arah dan rimbanyanya.

Berhari-hari mereka terapung dalam sampan dibawah terik matahari. Tertatih menembus kegelapan malam. Sering kali sampan berputar menabrak batu yang bertebaran sepanjang perjalanan. Maka, begitu terbangun Malong dan Maras terkejut bukan main karena telah berada ditempat asing, kiri-kanan bukan lagi bangunan istana, melainkan tebing lembah serta hutan belantara.

Turun dari sampan, keduanya beristirahat sambil memperhatikan alam sekitarnya. Tetapi sejauh mata memandang yang tampak hanya padang penuh semak belukar yang berakhir kaki gunung. Meskipun demikian, Malong dan Maras sepakat pergi kesana. Siapa tahu digunung ada perkampungan dan orang-orang yang bersedia menolong mereka.

Tetapi sekian lama mendaki, semua yang diharapkan sia-sia belaka. Sepanjang perjalanan yang ditemukan hanya hutan belantara dan pohon-pohon besar, Tidak ada rumah untuk berteduh, tidak ada manusia, tidak ada makanan yang didambakan seperti dalam istana.

Akhirnya Malong dan Maras benar-benar  tersesat di tengah rimba belantara. Karena lelah, lapar, dan tubuh makin lemah, keduanya mampu lagi melangkah lebih jauh. Meskipun demikian tekad meraka semakin kukuh, seakan tidak ada kekuatan apapun yang mampu memisahkan mereka berdua.

Dari hari ke hari kekuatan tubuh, Malong dan Maras semakin menurun. Mereka benar-benar tidak mampu melawan keganasan alam sekitarnya. Dan ketika akhirnya seluruh kakuatan habis ,Sampai lah mereka pada titik akhir hayat masing-masing. Malong dan Maras meninggal dunia hampir bersamaan. Namun demikian, keduanya masih terus berpelukan hingga jadi mayat.

Berita meninggalnya Malong dan Maras  lama kelamaan diketahui juga oleh penduduk desa belinyu. Akibat peristiawa itu, gunung tempat meninggal nya sepasang kekasih itu disebut Gunung Maras. Digunung itu pula sering terdengar suara buluh perindu yang dipercaya merupakan jelmaan dari suara Malong dan Maras saat minta tolong. Konon, siapa saja yang mendengar suara itu tidak bisa turun lagi dari Gunung Maras yang begitu banyak tumbuh pohon besar dan semak belukar. Karena takut tersesat dihutan maka penduduk setempat tidak pernah menembang pohon di Gunung Maras hingga saat ini.

Ada juga yang mengatakan bahwa Buluh perindu adalah alunan suara bambu yang saling bergesekan dan menghasilkan suara yang merdu, konon siapa yang mendengarnya akan hanyut dalam suara yang merdu tersebut dan membuat si pendengar lupa jalan pulang, dan jika kita mendapatkan buluh perindu tersebut orang terdahulu bilang hidup kita akan beruntung, namun kebenarannya masih belum dipastikan karna ini di adaptasi dari cerita rakyat, atau cerita terdahulu kita yang harus kita hormati.

 Pesan yang dapat diambil Dari Cerita diatas adalah

1.  Bahwa Pernikahan antar saudara kandung itu merupakan perbuatan dosa yang dilarang agama manapun, kepercayaan adat istiadat diseluruh Indonesia. Maka, siapa pun yang melanggar pasti mendapat sanksi berat dari orang tua dan masyarakat.

2.  Dalam hal menjaga agar tidak terjadi peristiwa seperti itu, Orang tua harus mengawasi dan mendidik anak-anak nya dengan cermat dan seksama. Jangan sampai lengah, karena mungkin saja hal-hal tersebut terjadi tidak dinginkan, tapi terjadi karena minim pengetahuannya.

3.  Pendidikan keagamaan dan moral etika perlu ditingkatkan sedini mungkin, sehingga ketika menginjak masa remaja hingga dewasa mereka telah mempunyai landasan dan pemahaman yang cukup mengenai tingkah laku(budi pekerti)

4.  Melestarikan hutan dan lingkungan hidup sebaiknya bukan berdasarkan legenda, melainkan berdasarkan pikiran sehat dan ilmu pengetahuan yang tentunya berdampak positif dan banyak manfaatnya.



Rabu, 18 Agustus 2021

MENAPAKKI BRANDING DIRI

 BIK TUDONG DULANG/BUNDA TUDUNG SAJI



SEBAGAI seorang pengagum budaya lokal, saya melihat ada sisi keunikan dari salah satu alat utama dalam tradisi masyarakat Bangka, yakni “nganggung”. Yaitu sebuah benda yang terbuat dari daun pandan hutan, yang dirangkai dan dibentuk sedemikian rupa dengan pemberian warna yang menonjol, dia adalah Tudung Dulang atau lebih dikenal dengan sebutan Tudung Saji.


Seperti yang akan saya jelaskan pada tulisan ini, tudung saji memiliki filosofi tinggi bagi kehidupan bermasyarakat. Filosofi Tudung Saji juga sangat dalam dan jika diresapi dari segi intelektual dan spiritual, akan menghasilkan sebuah efek yang luar biasa. 


Pada tanggal 8 Mei 2018, awal mula saya lebih berani bereksperimen, dengan tampil sebagai MC mengunakan Rias Sanggul yang agak ekstrim. Dalam acara Pensi PAUD SKB Kota Pangkalpinang.


Keunikan bentuk dan keserasian warna, membuat sosok ini begitu bersemangat untuk terus mengembangkan kreatifitas, banyak karya karya baru bermunculan yg berbau Tudung Saji/Tudong Dulang. 

Dan dalam rangka Peringatan Satu Tahun Julukan "Bunda Tudung Saji", saya mendapatkan hadiah istimewa dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, dengan dibangunnya Tugu " Tudung Saji" di Simpang 7 DKT. dan hal tersebut tidak saya sia-siakan, dan begitu rampung langsung saya gunakan untuk pemotretan. 


Konsisten menjalani sebagai Bunda Tudung Saji, membuat hari-hari saya lebih berwarna, banyak kisah yang terukir, mungkin akan dilupakan, jika kisahnya tidak disimpan dengan baik, dan saya memilih, menitipkannya di Akun Blogger tercintah ini, agar kelaknya anak cucu saya bisa terus mengetahui kisah tentang Nenek Moyangnya, yang pernah menghiasi warna warni pembangunan di Kota Pangkalpinang dari tahun 2012 s.d. sekarang.

Bersama Ace Aihua, Pengrajin Tudung Saji/Tudong Dulang Kota Pangkalpinang, yang luar biasa ini, saya melalui hari-hari dengan kreasi dan inovasi, yang digarap secara bersama, dan menghasilkan karya-karya istimewa, diantaranya, ada projek bareng perdana yaitu Si Kecil Penggoda Bross Tudung Saji dan Tudung Saji Motif Batik Lurik.

Terus merangkai mimpi, agar usaha kami menjadi Usaha yang mengarah ke Ekonomi Kerakyatan, agar fungsi dan manfaat dari Tudung Saji tidak hanya sekedar penutup makanan di meja makan, atau penutup makanan di Acara Nganggung Akbar saja, melainkan untuk hal-hal lainnya. Salah satunya, bermanfaat mempercantik penampilan saya pada saat menjadi Pembawa Acara/MC.

Banyak Rias Sanggul yang saya luncurkan, dan inilah hasil karya yang mungkin sebelum ini ada, orang-orang gak terpikirkannya, bahwa Tudung Saji ini memiliki nilai ekonomi kreatif yang tinggi. dan untuk bahasan kali ini, kita belum membahas filosofi dan makna yang terkandung di dalamnya, maka akan banyak lagi hal istimewa yang bisa kita angkat.

Selain itu, hal rutin yang dilakukan oleh saya, selaku sang Penggiat, adalah tak henti untuk terus mensosialisasikan dan menyebarluaskan kisah tentang Tudung Saji has Bangka ini, keseluruh pelosok negeri, salah satu contohnya adalah melalui kegiatan sebagai berikut :